Opini  

Sengketa Tiada Ujung Kepemilikan Lahan SMPN 2 Batusangkar

Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako

Bak cando api dalam sakam, dingin dilua, angek di dalam. Mungkin itulah gambaran yang pantas untuk kondisi sengketa sengketa lahan di kab. Tanah Datar. Kalau tidak diselesaikan secara bijaksana maka letupan kasus kasus tersebut akan muncul dalam eskalasi yang besar di masa datang.

Dalam persoalan sengketa kepemilikan lahan SMPN 2 Batusangkar ditemukan masalah baru yang diduga kuat berasal dari Kadis Pendidikan & Kebudayaan Tanah Datar yang mengajukan permintaan kepada Kadis PUPRP untuk melakukan permohonan sertifikat atas lahan SMPN 2 Batusangkar. Diduga kuat proses permohonan ini terkait dengan rencana proyek DAK sekitar 2 milyar rupiah yang akan dilaksanakan di SMPN 2 Batusangkar.

Perbuatan melakukan proses sertifikat ini semakin memperuncing masalah. Seolah olah para Kadis tutup mata dengan persoalan yang ada dan melupakan sejarah akan asal usul keberadaan sekolah SMPN 2 Batusangkar tersebut.

Dalam pertemuan mediasi yang dilaksanakan oleh BPN Tanah Datar pada hari Kamis, 09 Juni 2022 dimana para pihak sepakat untuk tidak dipublikasikan, tapi setelah itu justru pihak Pemkab TD c/q Dinas Pendidikan malah “melanggar” dengan mengirim orang untuk melakukan pengukuran rencana pelaksanaan proyek, maka kami terpaksa mempublikasikannya agar terang persoalan ini di mata publik.

Pertemuan mediasi itu justru tidak dihadiri oleh prinsipal dari Pemkab TD yaitu Kadis PUPRP, dan malah mengirim bagian Pertanahan yang hadir. Biar Bupati Eka Putra tahu bahwa inilah pekerjaan aparatur Bupati di lapangan yang seolah olah memandang kecil suatu masalah. Akibatnya orang yang dikirim tidak bisa memutuskan apapun dan malah membuang buang waktu saja.

Maka benar apa yang disampaikan Haji Eri, bahwa lebih baik Bupati Eka Putra sendiri memanggil Kadis PUPRP, Kadis Pendidikan dan Kabag Hukum serta Sekda dan dihadapkan dengan Ir. Dewi Indah Djuita dengan Kuasa Hukumnya. Dengarkan langsung pandangan dari 2 pihak. Baru bisa Bupati Eka Putra mengambil keputusan dan kebijakan politis.

Baca Juga :  Evaluasi Tingkat Kehadiran Anggota DPRD Tanah Datar pada Rapat Paripurna Th 2022

“tidak akan selesai masalah ini karena Bupati Eka Putra hanya dengar dari 1 pihak saja (one way communication). Makanya perlu dengar dari 2 pihak agar tidak salah mengambil keputusan” ujar Kuasa Hukum pada suatu kesempatan.

Keluarga Ir. Dewi Indah Djuita sudah melakukan sanggahan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tanah Datar dan sudah memberikan peringatan agar segala upaya untuk melakukan tindakan apapun di atas lahan milik keluarga besar Ir. Dewi Indah Djuita dihentikan sampai ada kesepakatan antara Ir. Dewi Indah Djuita dengan Pemkab Tanah Datar.

Logika dasar saja, bagaimana bisa BPN melakukan proses sertifikat tanah warga jika tanpa ada persetujuan tertulis dari ahli waris dan batas batas sepadan tanah itu sendiri. Jika mengabaikan prosedur yang ditetapkan Pemerintah Pusat justru akan menimbulkan masalah hukum baru terhadap BPN Tanah Datar.

Peringatan yang sama sudah disampaikan oleh Kuasa Hukum kepada Bupati Eka Putra melalui media WA. Tahu tahu di lapangan masih juga ditemukan upaya upaya untuk melaksanakan proyek dan upaya lainnya.

“Kami tidak paham dengan sikap Bupati, apakah tidak peduli, tidak paham atau tidak bisa mendelegasikan informasi kepada bawahannya? Seolah anggap enteng saja persoalan ini. Seolah olah Eka Putra melupakan jasa keluarga Haji Eri saat kampanye Era Baru yang turut mengantarkan Eka Putra menjadi Bupati Tanah Datar terpilih. Kalau sama orang yang pernah berjasa saja diperlakukan seperti ini, bagaimana perlakuan Eka Putra dan timnya kepada pihak lain?”

Ketika eskalasi ketegangan antara keluarga Haji Eri dengan Pemkab Tanah Datar semakin meningkat, barulah Bupati Eka Putra mau membuka diri untuk membicarakan persoalan ini melalui undangan makan malam bersama di Indo Jolito pada tanggal 14 Juni 2022. Akan tetapi di hari H pada jam jam terakhir memberitahukan pembatalan jamuan makan malam oleh staff Pemkab Tanah Datar.

Baca Juga :  Masa Depan KPK dan Kepolisian Menurut Tiga Orang Bacapres

“Kami memandang perlakuan Eka Putra seperti ini tidak tepat dan sangat tidak menghargai klien kami. Menunjukkan ketidak professionalan seorang pemimpin. Kalaupun ada hal yang memang lebih urgent sehingga harus membatalkan undangan yang direncanakan sendiri, maka sudah selayaknya Eka Putra sendiri yang memberi tahu klien kami. Setidaknya itu menunjukkan penghargaan dan mencitrakan ciri pemimpin yang bertanggung jawab.”

Mendapatkan “perlakuan yang kurang pantas” tersebut akhirnya membuat keluarga besar Haji Eri “merasa dipermainkan” dan memutuskan untuk mengambil sikap sendiri. Mereka menolak untuk memenuhi undangan musyawarah lanjutan, sehingga tidak akan ada lagi jamuan makan malam di Indo Jolito, serta akan lebih mendahulukan penyelesaian secara formal saja karena itikad penyelesaian masalah secara musyawarah kekeluargaan justru diciderai oleh Bupati Eka Putra sendiri.

Pihak keluarga besar Ir. Dewi Indah Djuita dan keluarga besar Haji Eri telah memberi atensi khusus terhadap peristiwa ini dan sudah memberikan “early warning” untuk siap terjun mendukung penyelesaian sengketa ini agar tidak berlarut larut dan bisa berdampak negatif hingga ke proses pilkada tahun 2024 nanti.

“Kami sedang mendiskusikan untuk mengambil langkah hukum terhadap Pemkab Tanah Datar. Bilamana kami nanti memutuskan untuk menempuh penyelesaian sengketa secara hukum di Pengadilan, maka kami mempertimbangkan untuk membekukan segala aktivitas yang ada di atas lahan milik klien kami.

Sikap ini terpaksa akan diambil karena ketidakpekaan Bupati Tanah Datar untuk menyelesaikan persoalan ini secara musyawarah. Jadi bukan salah klien kami jika nanti akan membekukan / menyegel proses belajar mengajar dan lain lain diatas lahan klien kami karena demi untuk menghormati proses hukum berjalan di Pengadilan, tentu semua aktivitas diatas lahan sengketa harus dihentikan dulu.

Baca Juga :  Kadis Dikbud Tanah Datar Tindaklanjuti Pengosongan Rumah Dinas, Apa Konsekwensinya?

Klien kami sudah sangat toleran mendukung proses belajar mengajar, tapi jika sengketa masuk ranah Pengadilan dan proses belajar mengajar terpaksa dihentikan, tentu bukan karena kemauan klien kami. Siswa dan Orangtua Siswa serta Publik Tanah Datar dipersilahkan mempertanyakan hal tersebut kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Pemkab Tanah Datar serta DPRD Tanah Datar akibat sikap Pemkab TD itu sendiri yang tidak komunikatif.

Bukankah selama ini klien kami komitmen mendukung proses belajar mengajar di SMPN 2 Batusangkar sejauh dilaksanakan dalam koridor kesepakatan awal. Kenapa diam diam disertifikatkan? Bukankah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang memulai memicu masalah kepada klien kami?”

Sebaiknya segala sengketa lahan terkait fasilitas publik diselesaikan secepatnya secara bijak tanpa ada arogansi kekuasaan. Perlu informasi informasi yang berimbang, bukti yang jelas dan transparansi dari seluruh pihak.

Print Friendly, PDF & Email