Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako
Setelah kita mengulas “Rapor Merah” Eka Richi serial 1, sekarang saatnya kita ulas Rapor Merah Era Baru Serial 2 berdasarkan bahasan rekomendasi DPRD Tanah Datar Nomor 6 (enam).
Lho, kok pembahasannya loncat loncat? Kan kemarin baru bahasan nomor 1 dan 2? Baiklah, bahasan kali ini kami ulas atas banyaknya permintaan netizen yang penasaran dengan rekomendasi DPRD nomor 6 tersebut.
Bahasan kali ini bukan atas permintaan lembaga, karena sejatinya kami itu independen. Bukan berkarya atas pesanan partai tertentu, tapi atas kemauan sendiri yang kebetulan sinergi dengan permintaan netizen. Semoga pendukung Era Baru yang kurang cerdas bisa memaklumi.
Tak lupa kami sampaikan kembali apresiasi mendalam kepada segenap Anggota DPRD Tanah Datar yang telah bekerja maksimal sehingga menghasilkan 22 (dua puluh dua) rekomendasi sebagai Catatan Startegis dan pedoman bagi eksekutif untuk ditindak-lanjuti sebagai bahan penyusunan Perencanaan dan bahan penyusunan Anggaran tahun berjalan dan tahun berikutnya serta sebagai bahan untuk penyusunan Perda, Perbup dan Kebijakan Strategis Kepada Daerah.
“Nah kurang baik apa lagi DPRD itu mau kasih pedoman (guidance) untuk Kepala Daerah agar bisa bekerja dengan baik” ujar Wan Labai dengan bijaknya. Jangan pula pendukung setia Era Baru menilai DPRD itu cari cari salah (mancukia) rezim Era Baru aja, hehehe.
Hasil evaluasi dan investigasi Tim Pansus DPRD di lapangan ditemukan adanya indikasi bahwa penyusunan dan implementasi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta pendistribusian anggaran kepada masing masing OPD TIDAK MENGACU KEPADA KAEDAH KAEDAH TATA KELOLA KEUANGAN yang diatur oleh Pemerintah Republik Indonesia.
“Wah, kalau benar adanya, berarti sudah menyalahi SOP Tata Kelola Keuangan Pusat dong?” ujar Wan Labai kaget.
Pantas saja temuan Tim Pansus menyatakan bahwa capaian yang disampaikan dalam LKPJ versus realisasi di lapangan berdasarkan Rencana Kerja (Renja) dan Rencana Strategis (Renstra) TIDAK MENCAPAI TARGET. Diduga karena keluar dari koridor SOP yang sudah ditentukan.
“Jadi apo gunonyo Kepala OPD membahas Renja dan Restra kalau rencana tidak disetujui dan anggarannyo indak dicairkan oleh Kepala Daerah? Bukankah Kepala OPD diberikan target kinerja? Kalau begitu, tidak bisa disalahkan OPD dong? ujar Wan Labai sampai tasambua aia teh manih yang diminumnyo.
Selain itu, ditemukan pengalokasian anggaran yang TIDAK BERPEDOMAN kepada konsep “money follow programme” yang berbasiskan output dan outcome sehingga sasaran capaian hasilnya tidak maksimal, alias “asal ado se”.
Parahnya lagi, Tim Pansus juga menemukan bahwa HASIL MUSRENBANG TIDAK TERAKOMODIR dalam penyusunan RKPD sehingga TIDAK SATUPUN yang bisa direalisasikan pada tahun anggaran 2021. Nauzubillah…
Apakah Pemerintah Kabupaten Tanah Datar sudah merasa yakin TIDAK PERLU LAGI PELAKSANAAN MUSRENBANG? Perlu diklarifikasi oleh Kepala Daerah!
“Dikicuah di nan tarang se rakyat mah. Percuma se panek rapek Musrenbang mengajukan rencana kerja Nagari tapi indak dipakai Pemkab do” ujar Wan Labai geregetan.
Makanya publik Tanah Datar sangat berterima kasih atas kerja DPRD Tanah Datar dalam melakukan fungsi pengawasan dan memberikan keterbukaan informasi publik, sehingga publik dapat mengetahui apa yang sebenarnya telah dilakukan eksekutif dan legislatif. Hhmmm… ternyata seperti ini rapor 2021 yang dibuat Pemerintah Era Baru? Jika netizen ragu, atau protes, lihat lagi rekomendasi DPRD Tanah Datar.
Kan Pemerintah Era Baru berprestasi dapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu? Tolonglah cerdas sedikit dan bedakan laporan administrasi keuangan BPK dengan laporan kinerja eksekutif. Sisi ADMINISTRASI beda jauh dengan sisi KINERJA. Sisi administrasi hanya salah satu bagian yang menopang penilaian kualitas kinerja Pemerintah. Sampai disini pengagum Era Baru bisa paham kan? Objektiflah menilai. Kalau salah, berilah punishment, kalau baik, berilah reward. Jangan angkek angkek talua se taruih.
WTP adalah jenis penilaian terhadap kepatuhan dan tertib daerah dalam adminisrasi pelaporan. Kadang Kepala Daerah menjadikan hal ini sebagai instrumen untuk mensumirkan atas ketidakberhasilannya dalam meningkatkan dan mempercepat sektor pembangunan infrastruktur.
WTP konon kabarnya juga bisa ‘dinegosiasikan” asal “syarat dan ketentuan bisa dipenuhi”. Publik bisa ingat dengan Kabupaten Bogor dalam upaya meraih WTP karena akan ada penghargaan (reward) yang sangat besar nantinya dari Pemerintah. Hal ini jadi menggiurkan Pemerintah Daerah dan “mengajak” Auditor untuk mengatur hasil penilaian, sehingga “metode haram” seperti ini berakhir dengan memakai rompi orange KPK.
Menurut salah seorang pengamat daerah, salah satu indikator penilaian WTP adalah berhasil menangani ekonomi dan menangani Covid-19. Di Tanah Datar penanganan Covid-19 bisa dianggap GAGAL karena TIDAK TERCAPAI TARGET yang ditetapkan Pemerintah Pusat sebanyak 70% dengan realisasi hanya sekitar 63% saja. Sementara itu, pergerakan ekonomi hanya berjalan secara auto pilot karena semangat untuk bertahan hidup (survive) saja dari masyarakat agar bisa hidup dan makan.
Namun Tanah Datar masih dapat mempertahankan WTP. Alhamdulillah, hal itu merupakan sebuah prestasi walau di dalam penilaian LKPJ skoringnya masih rendah yaitu 65,54. Mudah mudahan penilaian WTP itu benar adanya dan tidak seperti yang terjadi di Kabupaten Bogor.
Hal yang paling parah ditemukan oleh Tim Pansus adalah di tengah keterbatasan anggaran. Pemerintah Era Baru dapat diduga malah MENGENDAPKAN ANGGARAN sebesar Rp. 111 Milyar atas 9 (Sembilan) pos anggaran. Luar biasa “prestasi” yang diukir Era Baru ini.
Silpa hingga 111 milyar ini jangan dianggap sebagai prestasi. Silpa yang sangat besar ini justru menjadi bukti bahwa Pemerintah Kabupaten melalui TAPD nya sudah salah dalam mengurus pemerintahan (Government mismanagement) atau dalam kata lain TIDAK CAKAP MENGURUS terutama yang berkaitan dengan manajemen anggaran.
Di tengah defisit anggaran yang sangat besar, maka adanya Silpa yang sangat banyak itu jelas jelas tidak bisa diterima akal sehat.
Bagaimana ekonomi bisa bertumbuh, pendapatan masyarakat bisa ditingkatkan dan lapangan kerja mau dibuka kalau Pemerintah Kabupaten justru menahan (mengendapkan) uang yang seharusnya dibelanjakan?
“Kebijakan” mengendapkan dana ini jelas jelas MENCIDERAI KEPERCAYAAN PUBLIK akan profesionalisme Kepala Daerah dan jajarannya mengelola keuangan daerah. Publik Tanah Datar menjadi terluka setelah mengetahui rekomendasi DPRD ini.
Rakyat benar benar dirugikan akibat kebijakan dugaan skenario tak jelas ini. Rakyat kehilangan kesempatan untuk mendapatkan manfaat akibat gagalnya Pemkab membelanjakan dana yang sudah dianggarkan peruntukannya.
Sepertinya Bupati sebagai Kepala Daerah kurang maksimal dalam melakukan monitoring dan evaluasi anggaran secara konsisten dan detail, baik menyangkut perencanaan maupun pelaksanaannya.
Disisi lain di tengah himpitan ekonomi akibat pandemi Covid-19, realisasi PAD justru melampaui target. Bagi yang punya nalar sehat dan baik tentu akan mudah memahami hal ini.
Penetapan target PAD sejak awal DIRANCANG RENDAH dibawah potensi yang ada. Hal ini sepertinya disengaja untuk membuat kesan seolah olah Pemkab terutama OPD terkait sudah bekerja keras. Pencitraan basi nih, hehehe.
“Alah tu, ja an dialua se rakyaik badarai lai, di kampuang ko la banyak rakyaik yang cadiak. Mambaco laporan keuangan se ala banyak yang pintar” ujar Wan Labai geregetan bercampur gemas.
Bayangkan saja, seharusnya dengan angka 111 Milyar itu sudah bisa direalisasikan untuk menggerakkan roda perekonomian rakyat. Misalnya, dipakai untuk peningkatan infrastruktur jalan raya, jalan nagari, insfrastruktur irigasi dan Jalan Usaha Tani JUT), peningkatan kesejahteraan ASN, peningkatan kesejahteraan guru TPA dan guru tahfiz (Progul No. 5), meningkatkan biaya operasional KAN, LKAAM, Bundo Kanduang, dan organisasi keagamaan (Progul No. 7), meningkatkan kesejahteraan dan kualitas ASN dan Tenaga Honorer (Progul No. 9) dll. Tapi kenapa tidak dilakukan? Terkesan ditahan tahan. Eh, malah progul Bajak Gratis yang belum matang justru didahulukan diluncurkan. Demi untuk sebuah pencitraan? Mudah mudahan tidak! Sudahlah, kamu ketahuan. Terima kasih DPRD.
Contoh lain, jika Silpa Dana Alokasi Umum (DAU) 57 Milyar direalisasikan, maka bisa diserap untuk kemaslahatan publik Tanah Datar masing masing sekitar 4,75 Milyar per bulan. Trus ngapain pula diendapkan menjadi Silpa? Tidak mampu merencanakan? Terlambat mengelola? Alah ado pitih malah tak sanggup mambalanjokan. Kan itu merugikan publik. Plis deh Era Baru ini. Atau ini yang disebut beginilah gaya dan prestasi Era Baru itu.
Pantas saja perbaikan fasilitas publik seperti jalan raya kabupaten tidak terealisasi maksimal, apalagi jalan kecamatan dan jalan nagari serta minimnya tingkat pembangunan fisik dan non fisik dalam periode tahun 2021 dan tidak terealisasinya progul progul yang lain. Padahal di atas kertas uangnya ada!
“Nah baru tabukak mato publik, ASN, Tenaga Honorer, KAN, LKAAM, Bundo Kanduang, Guru ngaji dan lain lain kan? Masih juo indak peduli samo politik?” ujar Wan Labai sinis.
Ketidakmampuan Pemerintah Era Baru menyerap anggaran yang harus dibelanjakan untuk kemaslahatan rakyat tersebut sama saja mengindikasi bahwa Pemerintah Era Baru GAGAL dalam melakukan Tata Kelola Keuangan. Indikator Renja dan Renstra yang tidak sesuai antara perencanaan (planning) dengan realisasi menjadi CATATAN MERAH prestasi Era Baru. Jadi untuk apa hasil Musrenbang, Renja dan Restra kalo memang tidak dijadikan acuan dan diabaikan? Atau hanya sekedar pemanis sajo bahwa alah ado musrenbang, alah dikarajokan walaupun saketek ? hehehe hancuuurrr minah.
Tim Pansus DPRD juga “mencium” dan menduga ada “skenario tidak sehat” yang dilakukan oleh oknum Tim Anggaran Pemerintahan Daerah (TAPD) yang mengatasnamakan dekat dengan Kepala Daerah agar terjadinya Silpa dengan tujuan untuk mengamankan fulus tahun anggaran berikutnya. Tentu skenario ini mengakibatkan kemunduran dan terjadinya perlambatan pemenuhan infrastruktur di Kabupaten Tanah Datar.
“Diduga ini adalah skenario tidak baik yang jelas jelas merugikan publik. Publik dijadikan objek penderita dan ini jelas jelas melanggar prinsip aparatur Negara untuk melayani dan mensejahterakan masyarakatnya” ujar Wan Labai penuh emosi.
Dugaan skenario oleh oknum ini harus ditanggapi serius oleh rakyat, wakil rakyat (DPRD) dan Kepala Daerah. Jika terbukti akan menjadi SKANDAL BESAR dalam pemerintahan Era Baru. Jika Bupati tidak berani mengambil sikap tegas, maka bisa dianggap publik bahwa memang Kepala Daerah tidak kompeten dalam urusan tata kelola daerah atau malah berkolusi dengan oknum TAPD tersebut. Lebih baik Bupati memberi sanksi tegas kepada anggotanya yang salah daripada nantinya rakyat malah menganggap Bupati berkolusi “main mata” dengan oknum tersebut.
“Yo kamari bedo Bupati wak. Indak dikakok makin sinis warga, di kakok bedo pulo. Rancak icak icak indak tahu se lai, tapi netizen mempertanyakan taruih. Sampai bilo ka talok” ujar Wan Labai tersenyum simpul.
Demikianlah kajian singkat kami. Semoga bermanfaat bagi Kepala Daerah dan segenap publik Tanah Datar serta pendukung Era Baru agar bisa bersikap logis dan objektif terhadap daerah kita ini. Bahwa selama kurun waktu 2021 elemen masyarakat Tanah Datar mulai dari petani, pedagang, pelajar / mahasiswa, ASN, KAN, LKAAM, Guru, Bundo Kanduang, dll minim mendapatkan fasilitas publik dan minim kesejahteraan akibat kebijakan dana Silpa yang diendapkan tidak wajar sampai 111 Milyar rupiah tersebut.
Kali ini kami tidak memberikan saran dan kesimpulan. Rasanya saran dan rekomendasi DPRD Tanah Datar sudah cukup bagi Kepala Daerah dan jajarannya untuk berbenah lebih baik, lebih transparan, lebih akuntabel dan serta lebih terukur roadmap kerjanya.
Kami hanya mengingatkan Kepala Daerah agar SEGERA MELAKSANAKAN REKOMENDASI DPRD tersebut secara terukur dan MEMINTA MAAF KEPADA RAKYAT atas ulah oknum yang diduga telah menciderai nama baik Era Baru.
Dengan demikian citra Kepala Daerah selaku representasi Era Baru dapat dipertahankan dimata publik dan jajarannya. Kalau kebocoran kapal Era Baru tidak segera ditangani, alamat karam di tahun 2024 nanti.