Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako
Pemilihan Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tanah Datar Periode 2022 – 2026 telah selesai dilaksanakan melalui Musyawarah Olahraga Kabupaten (Musorkab) Tanah Datar pada Rabu, 21 Desember 2022 di aula Kantor Bupati Tanah Datar.
Dampak dari pemilihan tersebut menyisakan polemik yang sampai tulisan ini diturunkan masih menjadi diskusi dan perdebatan pro kontra di ruang publik seperti di WA Group, di komunitas komunitas dan di warung warung termasuk bagi elit politik di Tanah Datar. Polemik tersebut lalu lalang di ruang publik karena meninggalkan banyak pertanyaan besar yang belum terjawab hingga saat ini.
Penulis mencoba merangkum banyak pertanyaan dari beragam sumber untuk disampaikan kepada publik agar publik bisa mendapatkan gambaran yang lebih baik dan dengan harapan polemik tersebut segera dapat dituntaskan oleh pihak yang berkompeten, khususnya Panitia Musorkab.
Pertanyaan mendasar adalah perihal persyaratan menjadi calon Ketum dimana menurut sumber yang layak dipercaya yang mengacu kepada kebiasaan yang berlaku pada pemilihan Ketum Ketum sebelumnya adalah para calon tersebut pernah menjadi Pengurus KONI atau pernah menjadi Ketua pada salah satu Cabang Olahraga (Cabor) minimal 1 (satu) periode. Jika persyaratan tersebut tidak ditemui dalam persyaratan yang berlaku umum dalam AD/ART atau Tata Tertib Pemilihan yang ditetapkan oleh Panitia Pelaksana Musorkab dan tidak bisa diklarifikasi oleh Panitia Pelaksana kepada publik, maka tentu hal ini menjadi pertanyaan besar di ranah publik akan kredibilitas Panitia Pelaksana dan Streering Committee nya.
Bukti seorang calon Ketum itu pernah menduduki suatu jabatan di KONI tentu dengan adanya SK Pengangkatan seseorang, demikian juga jika pernah menjadi Ketua Cabor maka harus dibuktikan dengan SK Pengangkatan oleh Ketua Umum Cabor Provinsi terkait.
Panitia Pelaksana tentu harus melakukan penyaringan administrasi terlebih dahulu terhadap para calon yang membuktikan bahwa secara administrasi para calon tersebut layak atau tidak layak ikut kontestan pemilihan Ketum KONI.
Merujuk pada kondisi pemilihan Ketum di periode periode sebelumnya semenjak PNS / Kepala Daerah tidak boleh lagi menjabat sebagai Ketum KONI, maka calon Ketum berasal dari pengurus KONI atau Ketua salah satu cabor minimal 1 periode. Di Tanah Datar kabarnya, malah lebih dipermudah lagi. Tidak mesti menjadi ketua cabor, pernah menjadi pengurus cabor satu periode pun juga boleh.
Adakah calon Ketum saat ini memenuhi kriteria tersebut? Atau ada diskresi spesial untuk kondisi saat ini? Siapa yang bertanggung jawab ? Apa motif memberikan diskresi? Nah hal ini perlu lagi nih di klarifikasi oleh Panitia Pelaksana. Yang terpilih tentu tidak ada masalah, toh, panitia yang meloloskan. Kini, sepertinya panitia Musorkab tasandang lamang angek, jika memang ada kelalaian dari segi aturan.
Diperoleh informasi bahwa Ketum terpilih sudah punya SK Pengangkatan sebagai pengurus cabor PBVSI Tanah Datar dimana SK tersebut dikeluarkan dan ditanda-tangani oleh Ketua Umum PBVSI Sumbar, Eka Putra, SE, MM. Dan publikpun penasaran sejak tanggal berapa Ketum terpilih menjabat posisi yang di SK kan oleh Ketum PBVSI Sumbar tersebut.
Penulis sudah menghubungi Ketum PBVSI Sumbar untuk mendapatkan klarifikasi namun hingga tulisan ini diturunkan tidak ada respon sama sekali. Ketiadaan klarifikasi ini tentu semakin menambah rasa penasaran publik dan makin melebarkan polemik. Mudah mudahan Ketum PBVSI Sumbar bisa segera mengklarifikasi.
Seandainya saja dijawab ‘ada’ dan diberitahukan salinan SKnya kepada publik, maka dari sumber yang layak dipercaya mengatakan bahwa sebelum Ketum ini terpilih tidak terlihat yang bersangkutan berpartisipasi dalam kegiatan cabor Voli. Padahal Tanah Datar pernah jadi tuan rumah penyelenggaraan Kejurprov Bola Voli Sumbar 2022 pada 10 Agustus 2022 lalu. Akan tetapi tidak terlihat sosok Ketum terpilih pada saat itu dalam penyelenggaraan tersebut. Berbaik sangka saja, mungkin saja yang bersangkutan jadi pengurus, tapi tidak bisa hadir karena kesibukan.
Hal lain diketahui bahwa untuk mengeluarkan SK Pengangkatan Pengurus Cabor, harus berbekal rekomendasi dari Ketum KONI tempatan sebelum di SK kan oleh Ketum Cabor Provinsi. Dan selain itu harus ada juga arsip yang tercatat di buku Surat Masuk KONI. Apakah Ketum PBVSI Sumbar telah melakukan prosedur tersebut? Jika luput, tentu ada kesalahan administrasi yang diperbuat dan hal ini bisa mengarah kepada cacat administrasi. Namun jika hal itu telah terlanjur dilakukan, sederhana saja, tinggal klarifikasi ke publik agar tidak menjadi polemik berkepanjangan.
Pertanyaan lain yang ditujukan kepada Panitia Pelaksana adalah minimnya jumlah calon Ketum yang mendaftar. Ada apa? Apa karena sudah jadi rahasia umum bahwa Ketum terpilih nanti sudah dikondisikan? Sehingga percuma saja untuk ikut kontestan pemilihan Ketum KONI. Jika panitia Musorkab lalai, atau melakukan maladministrasi, siap siap diadukan ke Ombudsman.
Selain itu mengenai jumlah peserta dan jumlah Ketua Cabor yang diundang dan hadir yang memiliki hak suara untuk memilih. Berapa orang Ketua Cabor yang diundang dan yang hadir? Diperoleh kabar bahwa ada Ketua Cabor yang tidak mendapat undangan hadir sama sekali. Ada apa ini? Atau bisa saja undangan sudah dikirim, tidak sampai kepada ketua cabor yang tidak hadir tersebut.
Hal yang terasa janggal juga adalah diketahui bahwa Ketua KONI lama yang sudah mengisi formulir justru tidak hadir untuk ikut pemilihan dan tidak ikut memberikan visi misi. Sebuah pertanyaan besar yang mengganjal di benak publik. Ikut mendaftar, tapi tidak hadir, sehingga makin menguatkan dugaan publik bahwa proses pemilihan ini sudah dikondisikan (atau kalo tidak bisa dikatakan sudah direkayasa?). Nah, tentu hal ini harus dijawab juga oleh Panitia Pelaksana.
Selain itu dengan selesainya proses pemilihan Ketum KONI TD ini, maka Ketum terpilih diharuskan menetapkan 2 orang formatur dan memilih pengurus selambatnya 30 hari sesudah terpilih.
Secara politik, dengan terpilihnya Ketum KONI 2022-2026 yang merupakan kader / pengurus Partai Gerindra, maka berakhirlah era kader Partai Golkar jadi Ketum KONI. Hal ini sedikit banyaknya akan mempengaruhi kekuatan politik Partai Golkar di Tanah Datar dalam menghadapi tahun politik 2023-2024.
Namun begitu, Ketua Partai Golkar Tanah Datar, Anton Yondra, SE, MM tidak memberikan pandangan apapun terhadap berakhirnya era kader Golkar jadi Ketum KONI Tanah Datar dan pandangan lain atas pertanyaan yang diajukan.
Ditenggarai posisi Ketum KONI ini merupakan posisi yang “seksi” karena menyangkut alokasi dana hibah pemerintah dan sarana untuk mendongkrak elektabilitas partai menghadapi pileg dan pilpres 2024 nanti.
Jika Ketua KONI Provinsi Sumbar jeli membaca polemik ini, maka ada kemungkinan SK Pengangkatan belum bisa dikeluarkan, kecuali ada intervensi dari salah satu pihak. Atau bisa saja ada pihak lain yang keberatan dan melaporkan hal ini ke Ombudsman misalnya.
Lantas, apa solusi yang bisa diberikan untuk menghentikan polemik ini? Berikut pandangan penulis:
- Para pihak harus terbuka memberikan informasi publik.
- Baik Panitia Pelaksana, Steering Committee, Ketum KONI terpilih, dan Ketum PBVSI Provinsi Sumbar serta Eks Ketum KONI harus berani bicara ke publik. Kalau perlu melaksanakan konferensi pers.
Selagi tidak ada keterangan resmi dari pihak terkait, maka polemik ini akan terus berkembang hingga keluarnya susunan pengurus baru yang akan jadi bahan perbincangan baru lagi di ranah publik.
Sesungguhnya publik memberi atensi kepada hal ini karena publik peduli untuk kemajuan olah raga Tanah Datar. Proses penyelenggaraan olah raga harus dilaksanakan secara transparan dan sportif. Bilamana dilakukan tertutup dan tanpa keterlibatan publik niscaya hal itu adalah sebuah ke sia sia an. (*)