Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
(Advokat & Pengamat Sosial Politik)
Terlepas dari langkah langkah prosedural Rapat Paripurna (RP) adalah sebagai langkah untuk mendapatkan sebuah legitimasi produk hukum, namun ada hal hal menarik yang bisa diketahui oleh publik yang peduli dengan masa depannya terkait dengan hasil produk hukum yang akan disahkan dan terkait dengan kinerja serta tingkah laku wakil rakyatnya di lembaga legislatif.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberi akses kepada publik untuk hal hal tersebut diatas. Kita bisa jadi tahu berapa banyak produk hukum yang keluar baik dari segi kuantitatif maupun dari segi kualitatif, kita bisa jadi tahu apakah produk produk hukum itu menunjukkan keberpihakan kepada rakyat atau hanya untuk kepentingan golongan tertentu, bahkan kita bisa tahu siapa wakil rakyat yang sering tidak hadir dan kenapa RP di periode 2019-2024 ini sering telat dan berpotensi merugikan negara dalam hal korupsi waktu dan korupsi energi.
Terkait dengan proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Perubahan APBD Tahun 2023 yang sedang berlangsung pada September 2023 ini, yang artinya (jika) disahkan kelak hanya berlaku untuk 3 bulan kedepan (hingga akhir Desember 2023), Pemerintah Kabupaten Tanah Datar perlu legitimasi untuk penggunaan uang rakyat tersebut dari para wakil rakyat yang duduk di lembaga DPRD yang terhormat ini.
“Sederhananya, dari beragam komponen keuangan daerah, Pemkab TD perlu koreksi meningkatkan Pendapatan Daerah sekitar Rp. 13,3 milyar, namun perlu legitimasi DPRD juga untuk menambah membelanjakan uang rakyat (Belanja Daerah) sebesar Rp. 40,8 milyar yang di dominasi untuk keperluan pos BELANJA OPERASI, atau artinya MINUS Rp. 27,4 milyar antara rencana pemasukan VS rencana pengeluaran. Iyo la sabana gadang pasak daripado tiang” ujar Wan Labai manggut manggut membaca ketidakmampuan Pemkab Tanah Datar dibawah kepemimpinan Eka Putra, SE, MM dalam mengelola keuangan daerah khususnya mengenai efisiensi uang rakyat.
Kenapa penulis katakan demikian?, mari kita baca data yang disajikan oleh PPID Utama dan Sekretariat DPRD yang sudah penulis rangkum dengan pandangan dari perspektif penulis sebagai bagian dari elemen publik sebagai berikut: (lihat tabel)
- Di kolom Pendapatan Daerah (PD) yang bila disandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya (2022) maka dapat dibaca bahwa target Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2023 sebesar Rp. 140 milyar ditetapkan DIBAWAH capaian / realisasi tahun 2022 sebesar Rp. 144,5 milyar. Jadi percuma saja melakukan koreksi perubahan target PAD ke angka Rp. 142 milyar yang terkesan seolah olah Pemkab TD mampu meraih tambahan PAD sebesar 2 milyaran, padahal sebenarnya masih jauh berada dibawah capaian tahun 2022. Ini jelas menandakan rasa TIDAK OPTIMIS Pemkab Era Baru untuk meraih target PAD 2023 melebihi realisasi tahun 2022.
“Dimana mana berlaku umum, sebuah organisasi itu bertumbuh jika capaian objektif nya tumbuh dari tahun ke tahun. Bukan diturunkan target kemudian capaiannya seolah olah melebihi target. Itu namanya kibus kibus, hehehe” ujar Wan Labai cekikikan membaca data yang tersaji.
2) Hal kontradiktif justru ditunjukkan pada kolom Belanja Daerah. Belanja Operasi yang dianggarkan pada tahun 2022 lalu sebesar Rp. 1,002 triliun hanya mampu diserap (baca: direalisasikan) sebesar Rp. 917,8 milyar saja. Eh malah penetapan target anggaran 2023 ditentukan sebesar Rp. 978,2 milyar (sekitar 60,3 milyar diatas realisasi).
“Bukannya mengevaluasi kemampuan serap Belanja Operasi tahun 2022, eh malah mengusulkan anggaran baru jauh melebihi realisasi kemampuan serap tahun 2022. Bisa saja dengan alasan asumsi RPJMD, namun tentu perlu atensi Anggota DPRD untuk mendalami argumentasi yang disampaikan Pemkab TD, untuk sub pos mana uang tersebut dibelanjakan, urgen apa tidak, prioritas atau tidak? Kalau hanya untuk jalan jalan berbalut studi tiru, tentu perlu dicoret oleh wakil rakyat dalam menjalankan fungsi pengawasannya” ujar Wan Labai sok bijak seraya menghisap kretek merahnya.
Di sisi lain, target PAD 2023 malah diturunkan dari capaian tahun sebelumnya. Disisi lain target Belanja Operasi 2023 malah dinaikkan dari kemampuan daya serap tahun 2022. Apa dasar pertimbangannya yang logis dan legal? Hehehe.
Dari 2 pendapat / opini penulis diatas, sebaiknya para wakil rakyat lebih jeli membaca latar belakang pengajuan perubahan (baca: koreksi) APBD 2023 ini yang hanya tinggal 3,5 bulan ini hingga 31 Desember 2023.
Merujuk kepada pandangan Fraksi Hanura yang peduli terhadap penggunaan uang rakyat, dimana pengajuan koreksi Belanja Operasi jauh lebih besar dibanding koreksi PAD, maka sudah selayaknya para Anggota DPRD Tanah Datar bijak untuk MENYETUJUI / TIDAK MENYETUJUI karena koreksi menambah Belanja Operasi sebesar Rp. 43,8 milyar lebih harus didalami, apakah digunakan untuk hal hal yang bersifat konsumtif? Hal hal tidak urgen? Atau hal hal yang tidak prioritas? Maka sebaiknya DITOLAK saja karena kalau disetujui, akan dapat menyakiti hati rakyat, dan tentu rakyat yang peduli melakukan kontrol sosial tidak akan mau percaya lagi kepada wakil rakyat yang dianggap “main mata” dengan Eksekutif.
Untuk diketahui publik bahwa pos Belanja Operasional terdiri dari sub pos sub pos sbb:
- Belanja Pegawai,
- Belanja Barang dan Jasa,
- Belanja Subsidi,
- Belanja Hibah, dan
- Belanja Bansos.
Dari 5 sub pos diatas, hanya pos Belanja Bansos yang benar benar menyentuh kepada masyarakat banyak yang membutuhkan.
“Agar para anggota DPRD yang terhormat dan bermartabat tinggi untuk mendalami berapa persen koreksi perubahan untuk sub pos Belanja Bansos. Jika persentasenya kecil, tentu tidak ada keberpihakan Pemerintah Era Baru kepada rakyat sama sekali. Dan sudah pasti di Pileg 2024 nanti akan disuarakan Fraksi mana dan anggota DPRD mana yang tidak berpihak kepada rakyat”.
Tentu akan sangat melukai hati rakyat bilamana diketahui di saat kwartal terakhir tahun 2023 ini masih ada rombongan pejabat yang diduga melakukan pemborosan menghabiskan anggaran berbungkus Studi Tiru ke Kab. Pacitan, Jawa Timur. Dalam rangka apa? Urgensinya apa? Berapa puluh juta uang rakyat yang dipakai? Apa manfaat yang bisa diterima publik Tanah Datar sepulang dari perjalanan tersebut” Apa indikator yang bisa dipakai untuk mengevaluasi bahwa uang rakyat yang dipakai untuk perjalanan tersebut adalah relevan dengan output nya.
Kalau hanya untuk promosi pariwisata, apa relevansinya sampai berkunjung ke Kabupaten Pacitan? Bukankah lebih baik saat nilai uang rakyat yang ada digunakan untuk mengikuti expo-expo / eksibisi-eksibisi pariwisata baik tingkat nasional maupun internasional ? Dengan expo, bisa diukur indikator berapa banyak prospek yang digaet, berapa banyak produk UKM / UMKM yang bisa terjual, dan berapa banyak calon investor yang bisa ditindak-lanjuti selepas expo / eksibisi tersebut.
Tidak adakah para anggota DPRD yang mempertanyakan? Atau karena anggota DPRD ada juga yang jalan jalan? Hehehe. Silahkan ditindak lanjuti oleh para wakil rakyat kami yang terhormat. Kami akan melakukan kontrol sosial dengan cara meminta data informasi publik nantinya.
Penulis memahami, menjadi pemimpin daerah di situasi postur keuangan daerah yang selalu defisit itu sangat tidak mengenakkan. Tentu jalan terbaik adalah melakukan pengetatan pos keluar dan menambah pos pos pemasukan. Teorinya sih simpel, tapi tak semudah mempraktekkan bilamana tidak mulai dilakukan sama sekali.
Efisiensi di segala bidang perlu dilakukan, kontrol melekat perlu dilaksanakan. Jika berkomitmen, tentu DPRD harus merelakan beberapa pos pengeluaran untuk dikurangi juga. Tidak melaksanakan rapat diluar daerah misalnya.
Memang peraturan nasional membolehkan, tapi kita harus ukur diri juga dari sisi moral. Jangan mentang mentang aturan membolehkan, maka DPRD memakai fasilitas tersebut secara maksimal. Kata orang balai: Indak bataratik (tidak bermoral) namo e tu.
Demikian juga dengan Bupati, harus mengurangi pos pos perjalanan keluar daerah. Mengurangi segala sesuatu yang sifatnya inefisien. Ngapain dibawa rombongan OPD segala hanya untuk sebuah misi yang belum final. Lebih baik buat tim kecil untuk menjalankan misi awal Pemkab TD, setelah ada solusi, baik itu berupa MoU, keluar kebijakan baru, dll, baru Bupati tampil ke depan. Kalau keluar daerah untuk menjemput pitih masuak, buat investasi daerah, itu bagus. Tapi kalau hanya untuk silaturahmi, seremoni ini itu, sebaiknya tidak perlu lagi dilakukan.
Coba buktikan Anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat bisa mengalokasikan dana pokirnya untuk Tanah Datar terlebih dahulu. Buktikan juga Anggota DPR RI dan pejabat pusat bisa memberi atensi nyata untuk rehab atau pembangunan Tanah Datar. Demikian juga untuk Anggota DPRD Provinsi dari Fraksi Demokrat. Setelah nyata, akan mudah anggota DPRD Fraksi lainnya untuk memberi atensi nyata untuk Tanah Datar.
Buktikan juga bahwa Tanah Datar mampu menerima dana dari NGO / LSM / Organisasi Sosial lainnya seperti dari organisasi Indo Jalito Peduli misalnya. Toh, sedikit banyak akan membantu mengurangi beban masyarakat yang terdampak, dan pada akhirnya akan membantu Pemerintah Daerah itu sendiri.
Lagi pula tak elok sering sering keluar daerah. Nanti tugasnya dirapikan sama orang yang tinggal, jadi dilema pula buat Pak Bupati, hehehe.
Menutup tulisan kali ini, penulis berharap Bupati Tanah Datar Eka Putra, SE, MM dapat mengendalikan dan mengelola daerah lebih solid lagi dengan Wakil Bupatinya dan memberdayakan orang orang yang cocok. Menempatkan orang sesuai konsep “put the right man in the right place”. Sinergi bersama akan menghasilkan kekuatan bagi Era Baru Eka-Richi untuk menyelesaikan masa jabatan yang tersisa.
Gadang Aia di Saruaso, Galah nan minta di Sandakan.
Kok ado kato kurang pareso, Mohon maaf ambo pintakan. (*)