Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako
“minyak habih samba tak lamak.” Sebuah ungkapan bijak Minangkabau untuk menggambarkan suatu pekerjaan yang sia sia. Dan sebuah judul lagu Minang yang dibawakan oleh David Istambul cukup hit di blantika musik Minang judulnya pun minyak habih samba tak lamak. Kisahnya, pengorbanan sudah banyak, tapi kasihnya berantakan. Akankah nasib TP2KP2 seperti itu?
Setelah kita bahas tentang kewenangan Tim P2KP2 beberapa waktu yang lalu, yang kabur atau (sengaja dikaburkan?) batas batas kewenangannya, maka sekarang saatnya Tim LBH Pusako mengkaji dan mengulas tentang penganggaran tim ini.
Kenapa kita ulas tentang penganggaran? Karena sejatinya tidak mungkin sebuah tim berjalan dan bekerja tanpa dana operasional. Kalau anggota timnya adalah ASN, tentu mereka masih bisa bekerja untuk tim dari gaji bulanan yang diterima. Anggap aja ini pengabdian. Lha, kalau anggota timnya adalah warga sipil dan diduga bagian dari tim sukses dulunya? Bagaimana mereka bisa bekerja kalau “uang bensinnyo” indak ado? Bak kata pepatah, tidak ada makan siang yang gratis. No free lunch, kata orang Barat.
Merujuk pada Keputusan Bupati Tanah Datar Nomor 954/12/AP-2022 tentang Pembentukan Tim Pengkajian dan Perumusan Kebijakan Percepatan Pembangunan atau disingkat dengan sebutan TP2KP2 atau Tim P2KP2, pada poin ke-4 (empat) menyebutkan: Biaya yang timbul dengan ditetapkannya keputusan ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tanah Datar.
Nah, publik jadi tahu bahwa untuk melaksanakan tugas dari Bupati ini biayanya diambilkan dari APBD. Namun dari pos APBD mana diambilkan? Publik belum tahu dan akan tahu nantinya bilamana Anggota DPRD maupun rakyat badarai / kelompok orang / sebuah lembaga mempertanyakan nantinya melalui mekanisme kewenangan Anggota DPRD ataupun melalui mekanisme pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Jika anggota DPRD Tanah Datar jeli, rekam jejak pemakaian dana APBD untuk Tim P2KP2 ini dapat ditemukan pada detail belanja daerah dalam laporan LKPJ Bupati 2021. Kenapa ? Karena tim ini sudah dibentuk sejak 30 November 2021, maka dapat dipastikan per Desember 2021 Tim ini sudah bekerja dan tentu ada pemakaian dana APBDnya. Dari sana dapat ditemukan berapa biaya APBD yang sudah dipakai oleh tim ini. Kecuali jika tim ini bekerja “ikhlas beramal” alias tanpa pamrih dan tidak mengharapkan imbal jasa.
Berhubung hal hal menyangkut keuangan ini merupakan hal yang sensitif, tentu Pemkab Tanah Datar akan sangat selektif untuk mempublikasikan estimasi biaya yang akan dialokasikan untuk tim ini. Tidak mungkin “disedekahi” saja seperti pengemis yang meminta sedekah saja.
Namun tim LBH Pusako mencoba sedikit mendalami dengan metode prediksi (forecasting) sebagai berikut:
- Menurut Perbup TD Nomor: 29 Tahun 2021 tentang Standar Daerah Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2022 pada Lampiran halaman 2, disebutkan honor Tim tingkat kabupaten di kisaran Rp. 475 ribu untuk Anggota dan Rp. 500 ribu untuk Sekretaris dan terus meningkat sesuai level jabatannya.
- Struktur tim terdiri dari gabungan ASN dengan warga sipil. ASN ada 6 orang dan Non ASN ada 5 orang. Jika Non ASN bekerja maka akan dapat honor Rp. 475 ribu/orang. Jika 1 minggu mereka bekerja 1 kali, maka jika bekerja 1 bulan akan dapat honor Rp. 475 ribu x 4 = Rp. 1.900.000 /orang /bulan.
5 orang anggota tim Non ASN x Rp. 1.9juta = Rp. 9.500.000,- biaya honor keluar dari APBD per bulannya, belum biaya biaya lainnya. Kalau dugaan dan kalkulasi ini benar, lumayan besar juga anggaran untuk mereka. Namun itu hanya ilustrasi saja. Jika aturan mengatakan lain, maka perlu klarifikasi dari bagian Keuangan Pemkab Tanah Datar.
Nah dapat dibayangkan berapa biaya APBD disedot oleh tim ini per bulannya. Dalam teori bisnis, tidak masalah berapa biaya produksi yang dikeluarkan asalkan pemasukan lebih besar daripada pengeluaran.
Bicara tentang tugas Tim P2KP2 yang tidak ada sama sekali menyatakan untuk mencari pemasukan bagi daerah, maka dipastikan bahwa keberadaan tim ini adalah turut berkontribusi untuk menghabiskan anggaran APBD.
Maka patut dipertanyakan “value” atas keberadaan tim ini berbanding dengan biaya yang keluar. Agaknya tidak signifikan antara biaya yang keluar dibanding hasil yang diperoleh.
Oleh karena itu, peran Anggota DPRD dalam fungsi pengawasan dapat dijalankan memantau kinerja dan efektivitas Tim TP2KP2. Jika dirasa kurang bermanfaat agar dibubarkan saja. Kecuali jika Bupati dan DPRD dapat memberi tugas yang lebih berbobot seperti harus mampu mendatangkan investor / mencari pemasukan baik melalui jalur pemerintah, BUMN atau swasta sekalipun.
“Jangan jangan keberadaan tim sengaja diciptakan untuk mengakomodir ex timses agar dapat gawean? Kalau lai sesuai kemampuan Jo latar balakang pendidikan dan pengalaman nyo, indak baa do ,” kicek Wan Labai tagalak stek.
Selain itu, jika publik dan Anggota DPRD cermat, payung hukum yang dibuat dirasa banyak cacatnya sebagaimana pernah kami uraikan pada tulisan sebelumnya. Hal lain adalah perihal klausul “mengingat” dalam Keputusan yang TIDAK MENCANTUMKAN Peraturan Bupati Nomor 29 Tahun 2021 tentang Standar Biaya Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2022.
“cubo pulo jalehan dek bagian hukum Pemkab tu. Baa Pulo pandapek nyo. Jan maangguak angguak sajo. Setuju sajo taruih” ujar Wan Labai.
Jika didalami lagi bahwa merujuk kepada Perbup 29/2021 Lampiran Halaman 2 tersebut maka keberadaan Tim bersifat temporer. Artinya harus jelas tenggat waktu keberadaannya. Selain itu syarat maksimal tim hanya 10 orang, bukan 11 orang.
Maka sudah selayaknya Pemkab Tanah Datar memberikan klarifikasi kepada publik perihal keberadaan TP2KP2; apa Output TP2KP2, bagaimana Laporan biaya TP2KP2, apa pertimbangan hukum keberadaan TP2KP2, apa urgensi keberadaan tim ini, dll.
Selain itu menjadi tanggung jawab moral bagi seluruh Anggota DPRD Tanah Datar dalam mengawasi roda pemerintahan kabupaten yang selektif, efektif dan efisien.
Apa jadinya kalau publik meminta pertanggung jawaban Anggota DPRD nantinya bilamana DPRD Tanah Datar dianggap lalai / ada pembiaran atas kinerja eksekutif yang boros dan tidak tepat sasaran.
Terakhir, belum tentu selamanya kajian dan pandangan tim LBH Pusako itu benar secara umum, maka perlu adanya kontra tulisan (second opinion) dari pihak yang berkompeten. Namun selama diam saja dan tidak ada counter, maka kajian dan publikasi ini benar adanya dan bagus untuk menambah wawasan publik Luak Nan Tuo baik di salingka Tanah Datar maupun di perantauan.