Opini Oleh: Silvanus
Di Tanah Datar Semenjak diluncurkannya Progul (Program unggulan) oleh Pemkab Tanah Datar pada bulan Maret th 2022 yang lalu, salah satu program unggulan itu adalah MAKAN RENDANG yang merupakan singkatan dari “memaksimalkan pemberantasan rentenir agar hilang.” Apakah progul tersebut sudah berhasil? Atau malah sebaliknya? Ini sebuah refleksi pengalaman pribadi kami.
Sepertinya progul Makan Rendang belum dirasakan azaz manfaatnya bagi sebagian besar masyarakat, terutama pelaku UKM yang ada di Tanah Datar. Realita yang terjadi di tengah-tengah masyarakat malah sebaliknya, bukannya “Makan Rendang” yang terjadi, malah masyarakat bisa disebut “MAKAN TULANG” (makin tertekan dengan tunggakan dan lilitan hutang).
Hal ini terjadi di hampir semua lapisan masyarakat Tanah Datar, baik pelaku UKM atau pun masyarakat biasa yang bukan pelaku UKM. Kenapa ini bisa terjadi? Ternyata setelah ditelusuri penyebabnya adalah akibat makin tingginya biaya hidup dan makin sulitnya perekonomian di era ini, terutama semenjak wabah Covid 19 terjadi. Akibatnya, masyarakat mencari solusi jalan pintas untuk mendapat modal usaha yakni dengan cara berhutang dulu.
Salah satu jalan pintas yang dipilih masyarakat untuk berhutang melalui Rentenir atau yang lebih populer dengan sebutan “BANK 46” yang bunganya sangat mencekik tapi prosesnya sangat gampang, namun akhirnya masyarakat terlilit hutang berkepanjangan. Istilah “Bank 46” ini diplesetkan masyarakat yang asumsinya adalah Pinjaman 4, bayarnya 6. Besar sekali bunganya. Tapi apa mau dikata?
Sekarang di Batusangkar sendiri, bukan saja “BANK 46” saja yang merajalela di tengah masyarakat, tapi ada lembaga keuangan lain dalam bentuk badan usaha resmi yang operasional nya hampir sama dengan Bank. Mereka memberikan pinjaman kepada masyarakat langsung ke Nagari-nagari dengan cara pinjaman berkelompok, dengan sistem pembayaran angsuran. Cicilan itu ada yang satu kali seminggu dan ada pula yang dua kali seminggu.
Bunga pinjamannya tidak jauh berbeda dengan rentenir yang selama ini sudah merajalela. Lembaga-lembaga keuangan ini selain bunganya yang besar, angsuran perminggu atau per dua minggu, memakai sistim tanggung renteng. Yang lebih parah adalah para petugas penagih hutang tidak memberikan toleransi sedikitpun pada masyarakat yang belum membayarkan angsurannya.
Jika dibandingkan dengan para rentenir “BANK46” ketika menagih hutang, mereka masih memberikan toleransi pada masyarakat yang tidak bisa membayar angsuran. Tapi di Lembag-lembaga keuangan ini, penagih hutang tidak mau pergi sebelum masyarakat peminjam membayarkan angsuran pinjamannya.
Di beberapa kasus, malah ada penagih hutang yang tetap menunggu di rumah warga sampai jam 12 malam sampai tagihan mereka dibayarkan. Hal ini sangat membebani sekali kehidupan masyarakat. Kenapa hal ini masih tetap terus terjadi pada masyarakat Tanah Datar? Dan malah lebih memprihatinkan sekali apa yang dialami masyarakat awam, yang harus menerima kenyataan MAKAN TULANG, padahal Pemerintahan Kabupaten selalu menggaung-gaungkan Progul MAKAN RENDANG nya.
Kalau memang “Makan Rendang” ini merupakan Progul Pemkab Tanah Datar yang dianggap sukses misalnya, kenapa rentenir makin merajalela? Yang salah Progul Makan Rendangnya, atau sistem penyalurannya, atau jangan -jangan MAKAN RENDANG ini hanya dijadikan retorika belaka?
Masyarakat harus cerdas dalam memilih lembaga keuangan. Begitu juga pemerintah, harus bijak dalam meluncurkan program. Jika program dianggap bagus, tapi belum mencapai sasaran, tentu perlu dievaluasi. Selain itu, literasi ekonomi masyarakat harus ditingkatkan pula. Salah satu perilaku masyarakat kita mungkin kurang bijak dalam mengelola keuangan. Misalnya, pinjaman yang di awalnya untuk tujuan usaha, sering dibelanjakan untuk tujuan konsumtif.
Tentu pemerintah daerah tidak bisa lepas tangan melihat kondisi seperti ini. Masyarakat memiliki secercah harapan terhadap program pemerintah untuk memperbaiki kondisi. Tapi jika “Makan Rendang” belum sukses, bisa saja dibuat progul “Makan Usus”, “Makan Sate”, “Makan Dendeng” dan entah apa namanya, asal jangan “Makan Tulang.” (*)
Penulis | : Silvanus |