Lonjakan Jumlah DTKS Luar Biasa, Era Baru Harus Bertanggungjawab?

Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako

Di penghujung tahun 2022 penulis mendapat kado dari PPID Utama Pemerintah Kabupaten Tanah Datar berupa Jawaban Permohonan Informasi yang berisi data yang penulis butuhkan untuk bahan kajian dan publikasi perihal Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesda).

Topik kali ini kita bahas tentang DTKS dulu karena ada hal menarik yang harus disampaikan kepada publik Tanah Datar baik di Salingka Luhak Nan Tuo maupun yang berada di perantauan.

Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menurut Permensos No. 3 Tahun 2021 adalah Data Induk yang berisi data Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), Penerima Bantuan dan Pemberdayaan Sosial, serta Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS). DTKS dimaksud merupakan perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

DTKS bertujuan agar penyelenggaraan kesejahteraan sosial dapat dilaksanakan secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan oleh kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, dan masyarakat.

DTKS tidak hanya memuat data warga miskin saja, namun juga memuat data induk yang berisi berbagai kelompok masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesejahteraan sosial, penerima bantuan sosial, serta potensi dan sumber kesejahteraan sosial.

Sebenarnya data DTKS yang sudah dilakukan verifikasi dan validasi lapangan akan memudahkan Pemerintah Daerah dalam melakukan intervensi program pengentasan kemiskinan. Sayangnya untuk Kabupaten Tanah Datar kita belum mendengar evaluasi program pelaksanaan pengentasan kemiskinan di periode Era Baru ini. Apakah berkurang atau justru bertambah?

Dari data yang penulis peroleh dari PPID Utama Kabupaten Tanah Datar yang merujuk pada data DTKS Tahun 2019, 2020 dan 2021 justru ditemukan tren kenaikan jumlah DTKS atas KK dan individu yang mengagetkan. Mari kita catat bersama bahwa dalam data DTKS termuat data warga miskin juga.

Mari kita analisa data DTKS yang diberikan oleh Kadis Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Tanah Datar melalui PPID Utama sebagai berikut:

  1. Dalam tahun 2019 dan 2020, data DTKS berdasarkan KK adalah sama sebanyak 36.875 KK. Yang berbeda hanya jumlah individunya dimana pada 2019 terdata 133.684 individu dan pada 2020 terdata 131.810 individu. Artinya terjadi penurunan jumlah individu sebanyak 1.874 orang pada 2020. Asumsinya bisa saja karena faktor kematian atau karena ada individu yang menikah dan membentuk KK baru yang akhirnya bukan menjadi data DTKS lagi. Terbaca juga ada penambahan data individu dalam DTKS di kecamatan Batipuh, Lintau Buo Utara dan Salimpaung yang diasumsikan karena faktor kelahiran dalam anggota KK DTKS.
  2. Pada 2021, tercantum lonjakan data DTKS yang cukup mengkhawatirkan dimana tercantum jumlah KK nya sebanyak 61.179 KK atau melonjak sebanyak 24.304 KK di banding tahun 2020, atau melonjak setara 65,9 %.
  3. Lonjakan jumlah KK tersebut juga diiringi dengan lonjakan jumlah individu yang masuk kategori DTKS menjadi sebanyak 179.433 individu, atau melonjak naik 47.623 orang, atau melonjak setara 36,1 %.
  4. Lonjakan tertinggi jumlah DTKS berdasarkan KK terjadi di Kecamatan Batipuh sebanyak 3.538 KK, dan lonjakan tertinggi per individu terdapat di Kecamatan Lintau Buo Utara sebanyak 5.743 orang.
Baca Juga :  Paripurna DPRD Tanah Datar: Bupati Katakan Akan Menaikkan Anggaran KAN, LKAAM dan Ormas th 2023

Sungguh sebuah lonjakan yang mengkhawatirkan. Padahal Pemerintahan Era Baru sudah memimpin Tanah Datar sejak akhir Februari 2021.

Kita boleh saja berasumsi bahwa lonjakan data DTKS karena dipengaruhi faktor kejadian luar biasa Pandemi Covid-19 yang mengakibatkan banyak terjadi pengangguran yang mengakibatkan berdampak pada penurunan taraf ekonomi masyarakat sehingga ada masyarakat yang akhirnya masuk dalam kategori warga miskin. Namun jika ada pandangan lain, maka dipersilahkan publik untuk menafsirkan sendiri.

Nah, disinilah sebenarnya peran utama pemangku kepentingan daerah untuk mengantisipasi ekses dari pandemi Covid-19 tersebut berbasis data. Disinilah perlunya peran Pemerintah baik eksekutif dan legislatif untuk memayungi rakyatnya.

Mungkin kita masih ingat saat dimana para Anggota DPRD Kota Padang Panjang bersepakat untuk memotong pendapatannya untuk dialokasikan menangani pandemi Covid-19. Sementara pada periode yang sama Anggota DPRD Tanah Datar masih terbaca mengadakan kegiatan kegiatan atas nama dinas keluar daerah.

Tidak terdengar ada upaya Pimpinan DPRD sebagai wujud keprihatinan kepada rakyat untuk menghentikan sementara segala kegiatan keluar daerah dan kunjungan fisik agar dirobah dalam bentuk teleconference atau sejenisnya.

Boro boro untuk memotong pendapatan Anggota DPRD, melakukan program efisiensi saja juga tidak kedengaran, hehehe. Siapa ya Pimpinan DPRD saat itu? Adakah rasa empati mereka kepada masyarakat Tanah Datar menghadapi masa sulit Pandemi Covid-19 dan rela berkorban sebagaimana layaknya Anggota DPRD Kota Padang Panjang? Yang mau dikorbankan hanya sebatas refocusing dana pokir mereka, bukan income mereka.

Maka sudah selayaknya publik Tanah Datar pada 2024 nanti semakin selektif memilih calon wakil rakyatnya dan calon Pimpinan Daerahnya. Jadilah publik pemilih yang cerdas. Jangan karena rayuan uang yang tidak seberapa untuk memilih salah satu calon, jadi ‘tersiksa” selama 5 tahun ke depan. Memang sih, dari sisi politik, membuat publik berada dalam zona kemiskinan akan memudahkan dalam mengendalikan suara mereka dibanding membuat publik berada pada zona kemapanan.

Baca Juga :  Menakar Peluang Caleg Baru Tanah Datar untuk DPRD Provinsi

Data yang tidak terbantahkan bahwa di periode tahun pertama kepemimpinan Era Baru justru menambah lonjakkan jumlah DTKS menjadi 61.179 KK atau 179.433 orang.

Bisa jadi ini mungkin jadi bahan kepentingan politik, bahwa pemerintah Era Baru pada pencatatan tahun berikutnya (tahun 2022) sudah sanggup menurunkan jumlah DTKS, namun bisa jadi hal ini karena kurangnya evaluasi bersama para pihak untuk mengantisipasi melonjaknya jumlah DTKS, atau bisa juga karena alasan pada 2021 pemerintah Era Baru terpilih telah dilakukan pembaharuan pencatatan agar layanan sosial lebih terarah dan lebih terpadu, serta lebih tepat sasaran, hehehe.

Memang mengelola pemerintahan tidak semudah mengkritisi pemerintah itu sendiri, namun jika aparat pemerintah tidak dikritisi dan membungkam kebebasan berpendapat publik serta tidak melaksanakan keterbukaan informasi publik, maka dikhawatirkan pemerintah akan lupa diri dan berjalan tanpa rambu rambu dan akan bisa dikendalikan / dikuasai oleh kepentingan oligarki semata serta akan menempatkan publik hanya dijadikan sebagai objek kepentingan semata.

Sejatinya pemilik kekuasaan tertinggi yang sesungguhnya dalam Negara Indonesia adalah rakyat. Kekuasaan itu harus disadari berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Maka sudah seharusnya pemerintah memprioritaskan rakyat, bukan golongan tertentu.

Memulai tahun 2023, kita mengharapkan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar dan DPRD Tanah Datar agar lebih transparan, lebih bisa bersinergi memfasilitasi kepentingan masyarakat, bukan kepentingan golongan sendiri, lebih nyata merealisasikan program program kerja dan menunjukkan harmonisasi antar pimpinan dalam mengelola pemerintahan daerah.

Ja an tabaco dek publik ado keretakan antar 2 nakhoda. Kapa pesiar se alun nampak wujudnyo lai, nan nakhoda alah babeda suduik pandang. Ba a ka mambaok penumpang sampai ka dermaga tujuan? Nan penumpang (rakyaik) makin kurang sejahtera karena terlanjur terlena janji manis ka dibarangkekan menuju dermaga Era Baru yang diidamkan. (*)

Baca Juga :  Duka Lapangan Cindua Mato di Hari Nan Fitri
Penulis: Muhammad Intania, SH
Print Friendly, PDF & Email