Kontroversi Bank Nagari Menjadi Bank Syariah (Bag II)

Bank Nagari di persimpangan jalan, antara Konversi ke Syariah dan Spin-Off 

Oleh: Rivian Anda Sari, S.E. Bendahara LBH Pusako

Benar halnya dari pembahasan artikel saya sebelumnya, akhirnya saat ini benar-benar terjadi kontroversi mengenai konversinya Bank Nagari ke sistem syariah ini. Dimana Putusan konversinya Bank Nagari konvensional ke syariah yang disepakati dalam RUPSLB pada tanggal 30 November 2019 dinyatakan cacat yuridis, ini merupakan pernyataan Dr. Suharizal yang merupakan Advokat/ konsultan hukum. Dari pernyataanya mendesak untuk segera dibatalkannya keputusan tersebut. Pasti dalam hal ini berbagai kalangan akan kebingungan dan mempertanyakan mengapa cacat yuridis dan mesti dibatalkan?

Ada beberapa alasan yang tertuang dalam artikelnya Dr. Suharizal yang dipublis pada tanggal 21 Juli 2021 dan ini juga  mewakili kontroversi yang beredar diluar sana. Pertama, katanya, kepala daerah yang mengambil tindakan sebagai pemegang saham di Bank Nagari dinyatakan tidak dapat mengambil keputusan tanpa melibatkan DPRD wilayah masing-masing. Karena saham di setiap kabupaten, kota dan provinsi dalam bentuk penyertaan modal pemerintah daerah pada setiap Bank Nagari dilegalkan oleh sebuah peraturan daerah.

Bahwasanya modal yang dimaksud itu adalah modal daerah artinya bukan modal kepala daerah. Dia membenarkan bahwa Bank Nagari adalah sebuah perusahaan, tapi modal tersebut berasal dari daerah. Sehingga dalam hal pengambilan keputusan ini tidak cukup dengan melihat dari Bank Nagari pada sisi regulasi perusahaan semata saja, dan hal ini perlu diluruskan. Dalam point pertama ini beliau mencotohkan Kota Padang  melalui Peraturan Daerah No. 8 tahun 2018,bahwasanya pemerintah Kota  Padang menambah penyertaan modal  kepada Bank Nagari  sebesar Rp 75 Milyar, hal ini berdasarkan proses penganggaran dana APBD yang disahkan oleh DPRD. Dalam hal ini tentu DPRD berhak mengajukan hak interpelasinya terhadap keputusan mengenai Bank Nagari ini konversi ke Syariah.

Baca Juga :  Muharram Fest Digelar untuk 200 Anak Yatim oleh Yayasan As-Syifa dan PPALC di Batusangkar

Kedua, beliau beralasan dengan modal yang berasal dari kantong APBD, maka modal tersebut milik daerah, bukan milik kekuasaan kepala daerah saja. Artinya konversinya Bank Nagari ke syariah harus tunduk pada aturan main yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2014 tentang pengelolaan Barang milik Negara/Daerah berikut perubahannya serta  Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan Daerah.

Ketiga, alasannya terletak pada dasar berdirinya  Bank Nagari sebagai bank konvensional adalah undang-undang No. 13 Tahun 1962 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. Berdasarkan hal tersebut kepala daerah tidak dapat berjalan sendiri tanpa DPRD. Pada alasan ketiga ini beliau juga menyinggung tentang wacana munculnya Bank Nagari syariah, dan juga ultimatum Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Beliau menyatakan bahwa Bank Nagari dihantui oleh undang-undang tersebut mewajibkan  paling lambat tahun 2023 nanti, semua unit harus menyatakan arah apakan akan konversi ke syariah atau memilih Spin-Off (melakukan pemisahan). Disini Dr. Suharizal  ini berpendapat jalan Spin Off adalah jalan yang aman untuk ditempuh Bank Nagari saat ini, agar aktivitasnya berjalan seperti biasa.

Itulah pendapat atau opini yang dituangkan Dr. Suharizal sebagai Advokat atau Konsultan Hukum mengenai Keputusan Bank Nagari Konversi ke syariah Se-Sumatera Barat. Beliau mendesak untuk dibatalkan keputusan tersebut, karena landasan keputusan tersebut cacat yuridis dan solusi yang dituangkanya jalan spin-off  adalah jalan yang aman untuk ditempuh.

Namun pernyataan atau pendapat dari Dr. Suharizal ini bertentangan dengan penegasan Ketua DPRD Sumatera Barat. Bahwasanya  tidak ada satupun dari anggota dewan yang menolak Bank Nagari konversi/berhijrah ke sistem syariah. Penegasan tersebut dipublikasikan pada Haluan,com pada tanggal 13 November 2020.  Penegasan Ketua DPRD Sumatera Barat berisikan “ saya tegaskan sampai hari ini tidak ada satupun yang menolak Bank Nagari pakai sistem syariah. Ini mesti di klarifikasi, jangan nanti diluar menjadi jualan bahwa DPRD menolak konversi. Gak, tidak sama sekali” hal ini disampaikan setelah rapat paripurna terkait penyampaian jawaban  Gubernur terhadap  pandangan-pandangan umum Fraksi.

Baca Juga :  Bupati Eka Putra Buka Secara Resmi Open Turnamen Sepakbola SMA se-Sumbar

Artinya dapat disimpulkan bahwasanya dalam jalannya penetapan keputusan Bank Nagari konversi ke syariah hingga saat sekarang ini  tergantung di awang-awang dengan berbagai kontroversi berbagai pihak. Dari sisi yang satu ada yang menyatakan dengan sikap bahwasanya Bank Nagari Konversi ke Syariah adalah keputusan yang tepat dan di sisi lain menyatakan  jalan spin-off  adalah jalan yang aman untuk di tempuh,

Melihat  kegalauan posisi Bank Nagari  saat ini berada di awang-awang kontoversi pendapat dari berbagai kalangan juga bermunculan. Saya sebagai sarjana ekonomi, juga sedikit mengerti dengan hukum, saya berpendapat kontroversi ini cukup simpang siur. Seharusnya ketika suatu keputusan yang ditetapkan telah selesai, maka semua kemungkinan yang ada, baik itu mengenai kejanggalan ketika pengambilan keputusan atau proses tata cara yang dilakukan saat itu, sudah dinyatakan selesai!

Jangan sudah sekian lama, ketika Bank Nagari sedang berupaya untuk melakukan usahanya bergerak konversi ke syariah baru diungkit lagi bahwasanya hal tersebut cacat yuridis!  Tentu hal ini akan menyebabkan kebingungan dari berbagai kalangan, benar jika kita lihat dan pantau suara DPRD itu juga perlu didengar. Namun, dari penegasan yang disampaikan usai sidang paripurna yang sebelumnya telah dijelaskan di atas, itu tidak ada penolakan dari DPRD itu sendiri mengenai keputusan Bank Nagari untuk konversi ke syariah. 

Artinya, sudah ada kesepakatan mengenai keputusan ini terdahulu, namun mungkin tidak dikatakan/disampaikam pada saat pengambilan keputusan. Dan kita lihat penegasan dari ketua DPRD saat itu, bahwasanya DPRD ini tidak menolak keputusan tersebut dan bahkan telah diklarifikasi jauh-jauh hari sebelum terjadinya kontroversi. Melihat fenomena ini kita dapat simpulkan bahwa keputusan tersebut “sah-sah” saja karena adanya penegasan dari pihak DPRD, kalau mereka tidak ada penolakan.

Baca Juga :  Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Wilayah Barat Dibuka tgl 8 Mei, UIN Batusangkar Tergabung di Dalamnya

Jika yang menjadi alasan bahwasanya jalan Spin-Off adalah jalan yang aman untuk ditempuh Bank Nagari, lebih baik hal itu kita kembalikan lagi kepada Bank Nagari itu sendiri. Kenapa? Karena dalam proses ini peran utamanya adalah Bank Nagari sendiri, karena dialah yang akan menjalani segala prosedurnya. Jika Bank Nagari sanggup untuk konversi ke syariah maka itu akan menjadi jalan yang tepat untuk ditempuh. Begitu pula sebaliknya, jika Bank Nagari sendiri tidak sanggup, maka jalan spin-off  adalah jalan yang aman untuk ditempuh. Bukankah hal ini telah di jelaskan ketika pengambilan keputusan, semua kembali ke Bank Nagari, apakah akan melebur menjadi Bank Syariah atau memilih jalan spin-off .

Keputusan yang sudah diambil tentang Kondisi Bank Nagari saat ini, bak kata pepatah Minang, dibaok duduak sakik, dibaok tagak bedo. Seharusnya, diukua mangko dikarek, dipatuik mangko katuju, usah dek sio sio utang tumbuah. (***)

 

Print Friendly, PDF & Email