Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako
Di penghujung Juni 2022 yang genap 1 (satu) tahun proses penyelesaian sengketa lahan yang ditangani Kuasa Hukum dari Ir. Dewi Indah Djuita dengan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar akhirnya memasuki babak baru. Babak baru itu terjadi karena diduga kuat proses penyelesaian sengketa yang tidak komunikatif dan tidak transparan serta kurangnya kemauan kepala daerah untuk segera menutup kasus ini secara win win solution.
Sengketa ini berawal dari sikap Pemerintah Kabupaten Tanah Datar yang tidak mengembalikan lahan yang telah disewanya dari Ir. Dewi Indah Djuita setelah perjanjian sewa berakhir efektif pada 01 Januari 2018.
Malah sebaliknya, lahan yang di atasnya berdiri rumah yang diperuntukkan untuk kepala sekolah tersebut telah berubah fungsi dan sudah tidak sesuai lagi dengan peruntukkan awal.
Di awal menerima kuasa, Kuasa Hukum sudah memanggil Kepala Dinas Pendidikan & Kebudayaan Tanah Datar untuk datang kepada Kuasa Hukum dan menjelaskan duduk perkara sewa menyewa tersebut. Tak cukup sampai disana, sudah dilakukan juga 2 (dua) kali pertemuan resmi antara Kuasa Hukum dengan pejabat Pemkab terkait meliputi Kadis Pendidikan, Kadis BKD, bagian aset dan Kabag Hukum di ruang kantor Sekretaris Daerah. Bahkan pada pertemuan terakhir turut melibatkan Sekretaris Daerah. Akan tetapi Pemkab Tanah Datar tidak kunjung sanggup menentukan sikap untuk menyelesaikan masalah ini.
Apakah hal ini sengaja dibiarkan? Atau memang karena ketidakmampuan dan ketidaktegasan pejabat Pemkab untuk menentukan sikap? Yang pasti, kasus ini sudah bergulir hampir 1 (satu) tahun. Bahkan Bupati Tanah Datar, Eka Putra, SE, MM sendiri sampai saat ini belum berani memutuskan “kebijakan politis” untuk menyelesaikan persoalan ini.
Oleh karena itu, tidak salah keluarga besar Ir. Dewi Indah Djuita yang diwakili oleh H. Eri Munafri Dt. Majo Indo Nan Karuik menyampaikan bahwa persoalan ini tidak bisa diselesaikan oleh Sekda dan jajarannya saja. Bupati Tanah Datar harus turun tangan karena sudah diberi kesempatan menangani oleh bawahan Bupati terkait, tapi hasilnya tidak kunjung sanggup menentukan sikap.
Haji Eri pernah menyampaikan supaya persoalan ini cepat selesai dan tidak berlarut larut, agar Bupati menghadirkan para staff terkaitnya dan berdiskusi langsung dengan Ir. Dewi Indah Djuita dan Kuasa Hukumnya di hadapan Bupati. Nanti dengarkan bagaimana para staff terkait itu memberikan argumentasi langsung di hadapan Bupati dan Ir. Dewi Indah Djuita serta Kuasa Hukumnya.
Kuasa Hukum dalam pertemuan terakhir beberapa bulan lalu dengan pejabat Pemkab terkait sudah menyampaikan perhitungan sewa lanjutan akibat lahan yang tidak kunjung dikosongkan dan juga tidak dikembalikan kepada pemilik lahan, karena pengosongan lahan adalah tanggung jawab dari penyewa (Pemkab Tanah Datar).
Pihak Pemkab Tanah Datar melalui Kadis Pendidikan & Kebudayaan pada awalnya menyanggupi untuk mengosongkan lahan, akan tetapi sampai saat ini Kadis dan jajarannya sendiri tidak mampu mengosongkan dan mengembalikan lahan tersebut kepada pemiliknya. Maka silahkan nilai oleh publik dan oleh Bupati Eka Putra sendiri tentang komitmen dan kompetensi aparaturnya tersebut.
Di kesempatan lain, Kabid Aset di BKD pernah menyampaikan bahwa bangunan rumah kepala sekolah SD yang berdiri di atas lahan pemilik tersebut adalah aset Pemkab, akan tetapi Kabid Aset sendiri tidak mampu menunjukkan dokumen penguasaan kepada Kuasa Hukum. Jika memang diakui milik Pemkab, maka diregister dengan nomor register berapa? Berapa nilai aset yang dibukukan Pemkab, sumber penguasaaannya dari mana? Jangan jangan hal ini malah bisa membongkar dugaan maladministrasi staff Pemkab yang berujung pada persoalan hukum baru nantinya.
Perlu diketahui publik Tanah Datar dan Bupati Eka Putra yang baru berkecimpung di Tanah Datar ini bahwa bangunan bangunan rumah kepala sekolah tersebut yang dibangun di atas lahan milik keluarga Ir. Dewi Indah Djuita telah dibangun secara bertahap mulai sekitar tahun 1986 dari dana BP3 sekolah. Artinya, bukan dibangun dari dana APBD. Kemudian pada 02 Januari 2007 dilanjutkan kembali sewa tanah oleh Pemkab Tanah Datar untuk 10 tahun ke depan. Lantas, darimana sejarahnya Pemkab seenaknya mengklaim bahwa rumah kepala sekolah yang berdiri di atas lahan penyewa adalah aset Pemkab TD?
Maka sebenarnya semakin terbuka dugaan maladministrasi di lingkungan Pemkab Tanah Datar, khususnya di bagian aset. Jika Pemkab TD tidak mengupdate / memodernisasi jumlah dan nilai aset milik Pemkab, maka otomatis perhitungan APBD yang memuat nilai kekayaan daerah juga tidak akan pas. Jika sudah tidak pas, maka akan mempengaruhi kebijakan DPRD untuk menentukan APBD tahun berikutnya.
Silahkan dalami oleh para anggota DPRD Tanah Datar tentang nilai riil aset milik Pemkab TD yang sebenarnya. Jangan hanya terima laporan, tapi tidak didalami. Itu baru nilai aset di lingkup Dinas Pendidikan dan Kebudayaan saja. Bagaimana dengan nilai aset yang ada di OPD OPD lain, yang tersebar di kecamatan kecamatan dan di nagari nagari? Aktual enggak yaaaa?
Akibat lahan tidak dikembalikan kepada pemiliknya, maka pemilik tentu saja dirugikan dan dengan demikian argo sewa tetap dibebankan kepada penyewa (Pemkab Tanah Datar) selama belum dikembalikan kepada pemilik.
Maka kami tidak bisa menerima alasan seperti, “kan kontrak sudah berakhir, maka demi hukum berakhir hak dan kewajiban masing masing pihak.” Hellooo, kalau memang sudah berakhir demi hukum, ya sederhana saja, kosongkan lahan dan kembalikan ke pemiliknya. Tapi kenapa tidak dilakukan? Apakah Pemkab merasa bangunan rumah di atas lahan pemilik otomatis menjadi hak Pemkab? Kan sudah dibilang dulu pak/buk, silahkan bongkar kembali bangunan tersebut, kenapa tidak dilakukan?
Kuasa Hukum sudah menghitung perkiraan sewa berjalan hingga Juni 2022 ini adalah sekitar Rp. 112.050.000,- dan akan terus bertambah selama lahan tidak dikosongkan dan tidak dikembalikan Pemkab TD kepada pemilik lahan. (*)